Cornelis, Bupati Landak 2001– 2008 yang Tertulis dalam Hati Rakyat
Cornelis, Bupati Landak2001– 2008dan Jokowi: Mendengarkan, salah satu ciri seorang pemimpin sejati. |
LANDAK POST : Cornelis. Atau biasa disapa "Pak uda'". Kadang, meski terasa di kuping sedikit bombastis, meski nyata sesekali ia disapa "Kaisar".
Tidak perlu menyebutkan namanya. Hampir semua orang di Binua Talino, tanah Pandak, mengenalnya sebagai sosok yang tegas namun penuh kebaikan.
Motivasi dan agitasi Cornelis untuk Dayak
"Dengar Saudara-saudara apa kata," ujarnya. "Pernah suatu kali, saat acara Naik Dango, saya pernah berkata: Siapa yang tidak bertani, tidak pantas bergabung dalam Naik Dango!" (manas dalam bahasa Kanayatn adalah marah ringan, berbicara keras).
Baginya, bercocok tanam padi adalah warisan budaya Dayak yang harus dilestarikan. Menurutnya, jika orang Dayak tidak menanam padi, mereka akan kehilangan identitas mereka. Cornelis juga menekankan pentingnya ketahanan pangan dalam budaya Dayak.
Lumbung atau dango adalah simbol dari budaya menabung. Orang Dayak harus menjaga adat dan budaya mereka dengan tekun. "Kita adalah suku bangsa yang besar," kata Gubernur Kalimantan Barat (2008–2018).
Ada dua jenis pemimpin menurut teori, yaitu pemimpin yang lahir dengan bakat dan pemimpin yang dibentuk melalui pelatihan. Cornelis tipa mana dari keduanya? Tidak salah satu. Sebab, ia kombinasi keduanya!
Setelah melepaskan jabatannya sebagai pemimpin formal, Cornelis tidak pernah berhenti menjadi seorang pemimpin. Ini adalah kesalahan yang sering terjadi, di mana banyak orang terjebak dalam sindrom kehilangan kekuasaan. Mereka merasa tidak dihargai atau dihormati jika tidak lagi memegang jabatan. Padahal, esensi sejati pemimpin bukanlah menjadi pejabat publik.
Cornelis selalu menjalankan peran ini dengan sepenuh hati, tidak pernah lelah. Dia selalu memberikan semangat, motivasi, dan bimbingan kepada siapa saja, terutama kepada masyarakat sekitarnya dan sekitar 6,7 juta suku Dayak di seluruh dunia.
Belakangan ini, kita menyaksikan kunjungan Paus Fransiskus ke Irak (5-8 Maret 2021). Pemimpin Gereja Katolik yang berusia 84 tahun itu mengunjungi daerah yang pernah dikuasai oleh ISIS. Hal yang mengejutkan adalah pertemuan Paus dengan Ayatollah Ali al-Sistani, yang berusia 90 tahun. Meskipun pertemuan mereka hanya berlangsung 40 menit, isu yang mereka bahas sangat penting, yaitu mengakhiri kekerasan atas nama agama.
Pertanyaannya adalah, bisakah dua pemimpin dunia yang sudah lanjut usia ini menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama berabad-abad hanya dalam waktu singkat? Banyak yang meragukannya, tetapi kenyataannya, pertemuan bersejarah di rumah Ali al-Sistani di Najaf, Iraq, berdampak positif. Seperti memberikan semangat baru bagi peradaban dan kemanusiaan di dunia yang tampaknya semakin memudar oleh berbagai kepentingan dunia.
Ciri pemimpin sejati
Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa seorang pemimpin sejati "mendalam dalam hati rakyat." Mereka bukan hanya ditakuti atau dihormati, tetapi juga bersama rakyatnya, merasakan dan mengalami apa yang dirasakan dan dialami oleh rakyatnya. Mereka bukan hanya bersimpati dan berempati, tetapi juga benar-benar ikut merasakannya.
Dalam narasi singkat di atas, kita dihadapkan pada perbedaan antara pemimpin dan manajer. Meskipun kedua kata ini populer, seringkali kita tidak memahami perbedaannya dengan baik. Pemimpin dan manajer sebenarnya berbeda, meskipun hasil kerjanya kadang-kadang sulit untuk dibedakan.
Ada dua jenis pemimpin yang dikenal, yaitu pemimpin yang lahir dengan bakat dan pemimpin yang dibentuk melalui pelatihan. Menurut Neuschel (2005), kepemimpinan saat ini mengalami penurunan dalam hal etika, dan nilai-nilai universal dan tahan lama semakin pudar. Pemimpin seharusnya lebih peduli untuk membangun nilai daripada hanya membangun organisasi yang bertahan lama.
Untuk membangun nilai, diperlukan pemimpin-pelayan yang melayani orang lain dan memberi mereka peluang untuk tumbuh dan berkembang. Pemimpin yang abadi adalah mereka yang melayani, bukan yang dilayani.
Pemimpin dan pengikut memiliki korelasi dan saling memengaruhi. Pengikut dapat memengaruhi pemimpin mereka, dan sebaliknya. Ada pemimpin yang lahir dengan karisma unik, dan mereka sering menjadi legenda yang terus dikenang dari generasi ke generasi. Namun, pemimpin karismatik seperti itu tidak selalu muncul dalam setiap era.
Kemudian, ada juga pemimpin yang dibentuk dan dilatih, terutama dalam konteks organisasi. Mereka mengikuti serangkaian pelatihan dan seleksi yang ketat. Hasilnya adalah pemimpin yang memiliki keterampilan serupa dan bisa dirotasi atau dipromosikan sesuai kebutuhan.
Namun, yang paling hebat adalah kombinasi antara pemimpin yang lahir dengan bakat dan pemimpin yang dibentuk melalui pelatihan, yang juga menjadi pemimpin-pelayan. Mereka adalah pemimpin yang memiliki bakat alami, tetapi juga telah memaksimalkan potensi mereka melalui pelatihan yang berkelanjutan untuk menjadi pemimpin yang melayani.
Kepemimpinan adalah sesuatu yang bisa dipelajari, baik sebagai pengetahuan maupun keterampilan. Setiap orang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin, setidaknya untuk diri mereka sendiri dan keluarganya.
Membangun jembatan, bukan tembok
Selama dua periode menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis memperlihatkan sikap yang adil dan inklusif dalam kepemimpinannya. Ia tidak hanya menjadi pemimpin bagi satu kelompok atau agama, tetapi juga berupaya membangun hubungan yang harmonis antara berbagai komunitas agama di wilayah tersebut.
Salah satu bukti konkret dari pendekatan inklusifnya adalah pembangunan beragam tempat ibadah. Cornelis tidak hanya membangun katedral untuk komunitas Katolik, tetapi juga membangun masjid untuk umat Islam, klenteng untuk penganut Konghucu, dan rumah ibadah untuk kelompok agama lainnya.
Tindakan nyata pembangunan ini tidak hanya mencerminkan toleransi beragama yang tinggi, tetapi juga mengukuhkan Kalimantan Barat sebagai tempat yang ramah beragama.
Selain itu, Cornelis membangun jembatan Tayan yang luar biasa, yang menjadi simbol penting dalam kepemimpinannya. Jembatan ini bukan hanya sebagai saluran fisik yang menghubungkan daerah yang terpisah, tetapi juga sebagai metafora bahwa pemimpin sejati adalah jembatan komunikasi yang menghubungkan orang-orang, bukan tembok yang memisahkan mereka. Ini adalah tindakan yang mengilhami dan mencerminkan visi Cornelis tentang persatuan dan kolaborasi.
Selain membangun tempat ibadah dan jembatan, Cornelis juga memimpin pembangunan infrastruktur yang penting bagi kemajuan Kalimantan Barat. Ia membangun jalan raya dan jalan negara hingga ke wilayah Sarawak, menciptakan konektivitas yang penting untuk pertumbuhan ekonomi dan pertukaran budaya. Pembangunan pos lintas batas (PLB) yang banyak juga menjadi bukti komitmen Cornelis untuk memperkuat hubungan dengan negara tetangga dan mendorong kerja sama lintas batas.
Semua prestasi ini menciptakan kesan yang mendalam dan decak kagum dalam masyarakat Kalimantan Barat. Cornelis bukan hanya seorang pemimpin yang memimpin, tetapi juga pemimpin yang mempersatukan, membangun, dan melayani seluruh komunitasnya dengan adil dan inklusif. Ia meninggalkan warisan kepemimpinan yang akan diingat dengan rasa hormat dan apresiasi oleh generasi-generasi berikutnya.
Belajar dari Cornelis, kita melihat bahwa kepemimpinan bukan hanya tentang bakat alami atau pelatihan, tetapi juga tentang bagaimana pemimpin memengaruhi dan melayani orang lain.
Selama sepuluh tahun menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis memperoleh banyak penghargaan sebagai bukti prestasinya dalam membangun wilayahnya. Ini adalah hasil dari kombinasi bakat alaminya dan kemauan untuk terus belajar dan tumbuh sebagai pemimpin-pelayan.
Cornelis contoh hidup. Bahwa pemimpin yang hebat adalah mereka yang lahir dengan bakat, tetapi juga bersedia untuk terus mengembangkan diri mereka dan melayani orang lain dengan baik. Kepemimpinan adalah hal yang kompleks, dan pemimpin yang efektif adalah mereka yang memiliki bakat alami dan juga berkomitmen untuk membangun nilai dan melayani orang lain dengan tulus.
-- Redy Satuju