Vera Amelia Meneliti Strategi Pengolahan Lahan Kering yang Cocok untuk Kabupaten Landak
![]() |
Vera Amelia, pakar Konservasi Lingkungan. Dokumentasi: Penulis. |
Sebagai daerah yang didominasi oleh lahan kering, setiap butir tanah di sini menyimpan cerita perjuangan. Curah hujan yang minim dan kondisi tanah yang cenderung gersang mengharuskan masyarakatnya untuk berpikir kreatif dan beradaptasi.
Pejabat dan warga setempat sadar betul bahwa tanpa pemahaman yang mendalam tentang teknik dan teknologi pengelolaan lahan kering, masa depan pertanian mereka akan suram.
Setiap musim tanam, mereka harus menghadapi risiko gagal panen yang mengintai akibat kekeringan. Dengan latar belakang ini, muncul keinginan kuat untuk mengembangkan strategi yang lebih baik—untuk memanfaatkan sumber daya yang ada secara efisien.
Baca Sungai Landak dengan Potensi Sumber Dayanya bagi Masyarakat
Dalam beberapa tahun terakhir, program pelatihan dan penyuluhan semakin banyak diadakan.
Para ahli datang dari berbagai penjuru, berbagi ilmu tentang irigasi tetes, pengolahan tanah, dan pemilihan varietas tanaman yang tahan terhadap kondisi kering.
Warga mulai belajar bagaimana memaksimalkan potensi lahan yang ada, bukan dengan mengandalkan hujan, tetapi dengan teknik inovatif yang mengubah cara pandang mereka terhadap pertanian.
Pertemuan demi pertemuan dilakukan di balai desa maupun di lahan pertanian, di mana para petani berdiskusi dan bertukar pengalaman. Suara mereka mengisi ruang dengan harapan dan semangat, berupaya untuk menjadikan lahan kering bukan sebagai penghalang, tetapi sebagai tantangan yang bisa diatasi.
Dalam suasana yang hangat dan bersahabat, mereka saling menguatkan, menggandeng tangan dalam satu tujuan: mengubah nasib tanah yang mereka cintai.
Di balik segala usaha ini, ada kisah-kisah inspiratif dari petani yang berhasil menerapkan teknologi baru. Mereka bukan hanya bertani untuk kehidupan sehari-hari, tetapi juga untuk generasi mendatang. Dengan setiap langkah kecil yang mereka ambil, harapan tumbuh—bahwa Landak akan bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam pengelolaan lahan kering yang berkelanjutan.
Keterhubungan antara pejabat dan warga semakin erat, menciptakan sinergi yang kuat. Bersama-sama, mereka membangun masa depan yang lebih cerah, di mana lahan kering bukan lagi sekadar tantangan, melainkan lahan subur bagi inovasi dan keberlanjutan.
Di wilayah Landak, di tengah kemarau yang panjang, ada benih harapan yang terus tumbuh, menantang cuaca dan waktu.
Publikasi hasil penelitian jadi buku
Hasil penelitian Vera Amelia
Berdasarkan Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia skala 1:1.000.000 Indonesia memiliki daratan sekitar 188,20 juta ha, terdiri atas 148 juta ha lahan kering (78%) dan 40,20 juta ha lahan basah (22%) (Pusat Penelitian dan Pengem- bangan Tanah dan Agroklimat 2001).
Lahan kering merupakan hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau sepanjang waktu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2004).
Dengan demikian dapat juga dijelaskan bahwa ekosistem lahan kering merupakan suatu kawasan ekologi yang berada pada wilayah yang berkedudukan lebih tinggi (upland) yang tidak pernah tergenang.
Meskipun demikian, kawasan-kawasan ini dapat dijumpai pada dataran rendah (0-700 m dpl) hingga dataran tinggi (> 700m dpl).
Berdasarkan relief dan topografinya, ekosistem lahan kering lebih banyak dijumpai pada kawasan-kawasan berlereng dengan kondisi kemantapan lahan yang relatif agak labil (peka terhadap erosi) terutama bila penanah.
Secara umum, beberapa ciri khusus yang biasa dijumpai pada ekosistem lahan kering adalah suhu udara yang relatif tinggi, kadar air terbatas dan sangatbergantung pada hujan.
Agroekosistem lahan kering dengan komponen ekosistem sebagai kesatuan biofisik lingkungan yang homogen sangat potensial sebagai salah satu tumpuan sumber daya lahan bagi pembangunan pertanian. Terutama di Kalimantan yang tersedia banyak lahan keringnya.
Pemanfaatan sumberdaya lahan
Terkait pemanfaatan sumberdaya lahannya, ekosistem lahan kering di Indonesia berada pada zona iklim tropis.
Hal ini mengindikasikan bahwa ekosistem ini memiliki curah hujan yang relatif cukup tinggi dan beriklim lembab. Berbeda dengan lahan-lahan kering yang berada di zona iklim mediteran dan continental seperti di negara-negara Eropa.
Sumberdaya lahan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam proses produksi se- perti untuk tujuan pertanian maupun perkebunan. Hal ini dapat dipahami karena sektor-sektor tersebut berbasis pada sumberdaya lahan yang tersedia.
Lahan merupakan komponen ekosistem dalam suatu ekologi yang saling berinteraksi dengan organisme baik tanaman termasuk hewan yang membentuk suatu sistem kehidupan.
Agroekosistem dapat didefinisikan sebagai sekelompok wilayah dengan kondisi biofisik lingkungannya yang hampir sama dimana keragaan komponen biotik dan abiotic diharapkan tidak berbeda nyata.
Agroekosistem lahan kering dengan komponen ekosistem sebagai kesatuan biofisik lingkungan yang homogen sangat potensial sebagai salah satu tumpuan sumber daya lahan bagi pembangunan pertanian.
Patut untuk dijadikan acuan
Dengan faktor pembatas yang relatif lebih ringan dibandingkan dengan lahan rawa sepertigambut dan pasang surut.
Jenis komoditas yang dapat dikembangkan pada ekosistem lahan kering juga lebih beragam, baik tanaman pangan maupun hortikultura dan perkebunan.
Hasil penelitian dan temuan pakar di bidang Konservasi Lingkungan Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya ini patut untuk dijadikan acuan.
Terutama di wlayah yang kondisi geografisnya di pulau Kalimantan. (Rangkaya Bada)