Adrianus Asia Sidot: Ampus Motokng dari Saham ke Senayan

Adrianus Asia Sidot Ampus Motokng dari Saham ke Senayan
Adrianus Asia Sidot Ampus Motokng dari Saham ke Senayan. Doc. Ytprayeh/rmsp.
 

🌍 LANDAK POST | LANDAK: Adrianus Asia Sidot bukan sekadar politisi. Ia juga seniman. Dan motivator.

Lelaki gemar mengenakan topi ala cow boy dengan inisial AAS ini adalah gema yang lahir dari akar, tumbuh dalam nada, dan berbuah dalam tindakan. 

Pita suaranya menggema dalam jonggan Dayak Kanayatn, bukan sekadar lantunan, tapi ajakan. "Ampus Motokng" baginya bukan hanya lagu, melainkan seruan: bangun, jemput rezeki!

Dari Saham ke Senayan

Ia datang dari Saham, Kalimantan Barat. Dari rumah panjang yang bukan sekadar bangunan, tapi ingatan yang hidup. Rekam jejaknya berkesenian dan berorganisasi mulai dari Seminari Nyarumkop. Adrianus tercatat sebagai salah satu personil Grup Band Nyarumkop terkenal akhir tahun 1970-an. 

Adrianus Asia Sudot: Ampus Motokng dari Saham ke Senayan
Adrianus (kiri, memetik gitar), salah satu pernonil grup musik yang populer di Nyarumkop dan sekitarnya, Wid Bros, era akhir 1970-an. Dok. Maliki.

Tergabung dalam Grup Band yang diberi nama "Wid Bros" (Asrama Widya Brothers), Adrianus adalah penabuh drum. Pemetik gitar adalah Kasianus, Akong, dan Maliki (bass); grup band ini setiap tampil selalu menyihir khalayan di panggung hiburan Nyarumkop pada ketika itu. 


Tamat SMA Nyarumkop, Adri meneruskan studi ke Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN). Ia tidak terburu-buru. Perlahan-lahan meniti anak tangga keilmuan dan terus mengasah diri. Banyak belajar ketika muda membuatnya kelak setelah lulus APDN secara berkanjang meniti anak tangga di birokrasi dan pemerintahan dalam negeri.

Baca Piet Pagau : Hidup dari Seni Peran sebagai Dayak Ganteng

Langkahnya diukur dari satu tempat ke tempat lain: Sekretaris Kecamatan Embaloh Hilir, Camat Semitau, Camat Badau. Setiap perjalanan adalah buku yang terbuka, setiap jabatan adalah sekolah baru.

Ia tahu, pendidikan bukan soal gelar. Maka, ia pergi ke Salatiga, ke Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), untuk belajar Studi Pembangunan. Bukan sekadar belajar, tapi memahami. Dari sana ia kembali, memimpin Dinas Pendidikan Kabupaten Landak. Kemudian, politik memanggilnya.

Pilkada 2006. Ia menjadi Wakil Bupati Landak. Setahun kemudian, ketika Cornelis melangkah ke tingkat provinsi, AAS naik menggantikannya sebagai Bupati. 

Pada kontstasi Pilkada Landak 2011, ia maju bersama Herculanus Heriadi dan menang telak. Tapi kepemimpinan baginya bukan soal kemenangan. Ia turun ke lapangan, mendengar suara rakyat, ikut menari dalam gawai, merayakan kebudayaan bukan sebagai romantisme, tetapi sebagai fondasi.

Baca Yovinus Jailim : Dayak asal Senakin Pakar Bahasa Isyarat

Pada 2014, AAS memperkenalkan Kalimantan ke dunia. Bukan sekadar promosi, tapi penegasan: budaya bukan benda mati. Kini ia di Senayan, sejak 2019, mewakili Kalimantan Barat II. Tapi esensinya tetap: merakyat, mendengar, membangun.

Musik, Buku, dan Jiwa yang Hidup

Ada yang lebih diam, lebih mengakar dalam dirinya: buku. Literasi bagi AAS bukan sekadar pengikat ilmu, melainkan cara memahami dunia. Koleksi bukunya tak terhitung. 

Setiap buku bermutu ia buru. Ia membaca seperti orang menimba air di sumur, dalam, berulang-ulang. Ia percaya bahwa bangsa yang kuat bukan hanya dibangun dengan infrastruktur, tetapi dengan kecerdasan. Maka, di mana pun ia berada, ia membeli buku dalam jumlah besar dan membagikannya. Buku harus sampai ke tangan yang tepat.

Dan musik. Sejak SMA, ia bermain drum dalam Wid-Bros (Wisma Widya Brothers). Bee Gees, Koes Plus. Lagu favoritnya? "Dream of Me." Musik baginya bukan hiburan, tapi suara lain dari dirinya. Nada-nada itu seperti aliran sungai yang tenang, mengalir dari masa mudanya hingga kini. 

Baca Pitalis Mawardi, Ph.D, Meneliti Nilai Kearifan Lokal dalam Upacara Adat Naik Dango

Di sela-sela kesibukannya, ia masih mengambil waktu untuk memetik gitar, meresapi lirik, dan mengenang perjalanan yang telah ia tempuh.

Kepemimpinan yang Menyala

Di usia ke-64, ia tetap seperti dulu. Masih membaca, masih mendengar musik, masih hadir di tengah rakyat. Ia tak bicara soal api, tapi membakar. Tak bicara soal terang, tapi menerangi. Dalam politik, ia bukan sekadar pencatat angka-angka kemenangan, tetapi penjaga nyala. 

Adrianus hadir di desa-desa, menanyakan kebutuhan, menampung harapan. Baginya, pemimpin bukanlah mereka yang duduk di kursi tinggi, tetapi yang tetap bersedia turun, mendengar, dan bekerja.

Baca Karolin Margret Natasa: Peraturan Daerah (Perda) No. 2/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perkebunan dan Memenangkan Gugatan

Borneo adalah rumahnya, tanah yang ia bela dengan suara dan tindakan. Dan AAS tetap melangkah, dengan satu keyakinan: pemimpin yang sejati adalah mereka yang hadir.

-- Masri Sareb Putra

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url